Rabu, 07 Desember 2016

Makalah Lembar Kerja Siswa IPA



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Lembar Kerja Siswa (LKS)
1.    Defenisi
Lembar Kerja Siswa adalah sumber belajar penunjang yang dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi kimia yang harus mereka kuasai (Senam, 2008). LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Menurut Sriyono (1992), LKS adalah salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan menurut Devi (Yunitasari, 2013) Lembar Kerja Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa yang biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. berdasarkan beberapa devinisi LKS di atas dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat membantu guru dalam menyampaikan pesan kepada siswa yang berisi langkah dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
Menurut Hanafita (2012) LKS biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Bentuk-bentuk LKS terdiri dari LKS eksperimen dan LKS non eksperimen. LKS eksperimen berupa lembar kerja yang memuat petunjuk praktikum yang menggunakan alat-alat dan bahan-bahan. LKS non eksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang menuntut siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran. LKS menjadi sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran yang dirancang.
LKS sebagai sumber belajar dapat digunakan sebagai alternative media pembelajaran. LKS termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi cetak yang berupa buku berisi materi visual, seperti yang diungkapkan oleh Arsyad (2011). LKS merupakan hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara terarah. Menurut Slamet (2003) pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal berupa kemampuan awal siswa dan faktor eksternal berupa pendekatan pembelajaran. Pendekatan dapat dilakukan dengan menggunakan media LKS.
2.    Fungsi Lembar Kerja Siswa
Menurut Sudjana (Djamarah dan Zain, 2000), fungsi LKS adalah:
a.    Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b.    Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
c.    Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian-pengertian yang diberikan guru.
d.   Siswa lebig banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran.
e.    Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada siswa.
f.     Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.
Adapun menurut Prianto dan Harnoko (1997), fungsi LKS antara lain:
a.    Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
b.    Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
c.    Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.
d.   Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
e.    Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
f.     Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.
g.    Membantu siswa untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
3.    Tujuan Lembar Kerja Siswa
Depdiknas dalam panduan pelaksanaan materi pembelajaran (2008), tujuan pengemasan materi dalam bentuk LKS adalah
a.    LKS membantu siswa untuk menemukan suatu konsep LKS mengenai suatu fenomena yang bersifat kongkrit, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. LKS memuat apa yang harus dilakukan siswa seperti melakukan, mengamati dan menganalisis.
b.    LKS membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.
c.    LKS berfungsi sebagai penuntun belajar, LKS berisi penyataan atau isian yang jawabannya ada dalam buku. Siswa dapat mengerjakan LKS jika membaca buku.
d.   LKS berfungsi sebagai penguatan.
e.    LKS berfungsi sebagai petunjuk Praktikum.
4.    Manfaat Lembar Kerja Siswa
LKS memiliki beberapa manfaat dalam pembelajaran diantaranya mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa dalam mengembangkan konsep, melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar, sebagai alat bantu guru dan siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar, membantu siswa untuk menambah info tentang konsep, membantu siswa memperoleh catatan materi yang dipelajari dalam melakukan kegiatan pembelajaran, membantu guru dalam menyusun perangkat pembelajaran, oleh karena itu pembelajaran disekolah juga perlu pengembangan perangkat pembelajaran, salah satunya LKS yang dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dan pedoman pembelajaran, supaya siswa dapat ikut berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Yunitasari, 2013). LKS dapat membantu siswa dalam pembelajaran lebih menarik, seperti pernyataan dari Yildirim & Kurt (2011) lembar kerja siswa dapat mempengaruhi faktor keseimbangan pada prestasi siswa.
Penggunaan LKS diharapkan dapat memberikan manfaat dalam proses pembelajaran, adapun manfaat LKS menurut Arsyad (Yunitasari, 2013) yaitu:
a.    Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga proses belajar semakin lancar dan dapat meningkatkan hasil belajar.
b.    Meningkatkan motivsi siswa dengan mengarahkan perhatian siswa, sehingga memungkinkan siswa belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c.    Penggunaan media dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
d.   Siswa akan mendapatkan pengalaman yang sama mengenai suatu peristiwa dan memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar.
Menurut Darmojo dan Kaligis (1991) mengajar dengan menggunakan LKS dalam proses belajar mengajar memberikan manfaat antara lain memudahkan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, misalnya dalam mengubah kondisi belajar yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Pada proses pembelajaran yang berpusat pada guru akan terjadi interaksi satu arah dimana guru mendengar, mencatat dan mematuhi semua perintah guru. Pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa akan terjadi interaksi antar siswa dengan guru, dan antarsiswa karena dalam pola ini siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya dari perpustakaan, luar sekolah atau pengamatannya sendiri.
5.    Peranan Lembar Kerja Siswa
LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS juga berperan sebagai media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. LKS menjadi sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran yang dirancang. LKS sebagai sumber belajar dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran. LKS termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi cetak yang berupa buku dan berisi materi visual, seperti yang diungkapkan oleh Arsyad (Yunitasari, 2013).
LKS yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum dan karakteristik sasaran, serta sesuai apa yang akan dikembangkan berdasarkan situasi dan kondisi pembelajaran yang dihadapi. Pengembangan LKS memerlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tampilan LKS didesain dengan sedemikian rupa yang nantinya untuk dimanfaatkan dan dijadikan pedoman belajar siswa secara mandiri, dan guru, Jika desain LKS yang dikembangkan terlalu rumit bagi siswa, maka siswa akan kesulitan memahami LKS. Materi LKS harus diturunkan dari standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan, sedangkan penampilan yang dikembangkan harus memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan (Yunitasari, 2013).

B. Media dan Sumber Belajar
1.    Definisi
a. Media Pembelajaran
Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantarkan informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media tersebut membawa informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran maka media disebut dengan media pengajaran.
Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa  memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan.
Dari beberapa pengertian yang telah di sebutkan di atas Mahnun (2012) menyimpulkan menjadi tiga batasan yaitu pertama, para ahli membatasi pengertian media dengan, orang, bahan, tekhnologi, sarana, alat, dan saluran atau berupa kegitan yang dirancang untuk terjadinya proses belajar. Kedua, para ahli membatasi pengertian media dengan pesan atau informasi, yang dibawa atau disampaikan melalui hardware sebagaimana tersebut di atas. Batasan ketiga, bahwa pesan yang dibawa diperuntukan sebagai perangsang terjadinya proses belajar (bahan ajar).
b. Sumber belajar
Asociation of Education Comunication Technology (AECT) (1977) mengartikan sumber belajar sebagai semua sumber (data, manusia, dan barang) yang dapat dipakai oleh pelajar sebagai suatu sumber tersendiri atau dalam kombinasi untuk memperlancar belajar. Dalam hal ini sumber belajar meliputi pesan, orang, material, alat, teknik, dan lingkungan.Sumber belajar bahkan berubah menjadi komponen sistem instruksional apabila sumber belajar itu diatur sebelumnya (prestructured), didesain dan dipilih lalu dikombinasikan menjadi suatu sistem Sumber belajar sebagai semua sumber (data, manusia, dan barang) yang dapat dipakai oleh pelajar sebagai suatu sumber tersendiri atau dalam kombinasi untuk memperlancar belajar dan meliputi pesan, orang, material, alat, teknik, dan lingkungan.



2.    Prinsip Media Pembelajaran
a.    Kesederhanaan
Bentuk media ini harus ringkas, sederhana dan dibatasi pada hal-hal yan penting saja. Konsepnya harus tergambar dengan jelas serta mudah dipahami. Tulisan cukup jelas, sederhana dan mudah dibaca. Hindarilah bentuk tulisan yang artistik, karena tidak setiap orang bisa membacanya. Misal seperti dibawah ini.
b.    Kesatuan
Prinsip kesatuan ini adalah hubungan yang ada diantara unsur-unsur visual dalam kesatuan fungsinya secara keseluruhan. Bentuk kesatuan ini dapat dinyatakan dengan unsur-unsur yang saling menunjang, atau dengan menggunakan petunjuk seperti anak panah atau alat-alat visual seperti garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang yang dilukiskan dalam satu halaman.
c.    Penekanan
Walaupun media ditunjukkan dengan gagasan tunggal, dikembangkan secara sederhana, merupakan satu kesatuan, sering diperlukan penekanan pada bagian-bagian tertentu untuk memusatkan minat dan perhatian. Penekanan tersebut dapat ditunjukkan melalui penggunaan ukuran tertentu, gambar perspektif atau dengan warna tertentu pada unsur yang paling penting.
3.    Macam- macam Media Pembelajaran
Menurut Rahardjo (Mahnun, 2012) media dibedakan menjadi dua macam menurut kriteria aksesibilitasnya, yaitu:
a.    Media yang dimanfaatkan (media by utilization), artinya media yang  biasanya dibuat untuk kepentingan komersial yang terdapat di pasar bebas. Dalam hal ini, guru tinggal memilih dan memanfaatkannya, walaupun masih harus mengeluarkan sejumlah biaya.
b.    Media yang dirancang (media by design) yang harus dikembangkan sendiri. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu merancang dan mengembang sendiri media tersebut sesuai dengan sarana dan kelengkapan yang dimilikinya.
4.    Pemilihan Media dalam Pembelajaran
Pemilihan media dan sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional secara keseluruhan. Oleh sebab itu, meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, faktor-faktor lain seperti siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya perlu dipertimbangkan. Menurut Degeng (1993), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih, mengembangkan, dan menggunakan media pembelajaran adalah:
a.       Tujuan instruksional. Media hendaknya dipilih yang dapat menunjang pencapaian tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Mungkin ada sejumlah alternative media yang dianggap cocok untuk tujuan-tujuan itu. Sedapat mungkin pilihlah yang paling cocok. Kecocokan banyak ditentukan oleh kesesuaian karakteristik tujuan dan karakteristik media pembelajaran yang akan dipakai.
b.      Keefektifan. Dari beberapa alternative media yang sudah dipilih, mana yang dianggap paling efektif (tepat guna) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Siswa. Apakah media yang dipilih sudah sesuai dengan kemampuan, perbendaharaan pengalaman, dan menarik perhatian siswa? Digunakan untuk siapa? Apakah secara individual atau kelompok kecil, kelas atau massa? Untuk kegiatan tatap muka atau jarak jauh?
c.       Ketersediaan. Apakah media yang diperlukan itu sudah tersedia? Kalau belum, apakah media itu dapat diperoleh dengan mudah? Untuk tersedianya media ada beberapa alternatif yang dapat diambil yaitu membuat sendiri, membuat bersama-sama siswa, meminjam, menyewa, membeli dan mungkin dapat “dropping” dari pemerintah.
d.      Biaya pengadaan. Bila memerlukan biaya untuk pengadaan media, apakah tersedia biaya untuk itu? Apakah yang dikeluarkan seimbang dengan manfaat dan hasil penggunaannya? Adakah media lain yang mungkin lebih murah, tetapi memiliki keefektifan setara?
e.    Kualitas teknis. Apakah media yang dipilih itu kualitasnya baik? Jika menggunakan media gambar misalnya, apakah memenuhi syarat sebagai media pembelajaran? Bagaimana keadaan daya tahan media yang dipilih itu?
Implementasi pemilihan media merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh guru. Miarso (Mahnun, 2012) menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan guru dalam penggunaan media secara efektif adalah mencari, menemukan, dan memilih media yang memenuhi kebutuhan belajar anak, menarik minat anak, sesuai dengan perkembangan kematangan dan pengalamannya serta karakteristik khusus yang ada pada kelompok belajarnya. Karaketristik ini antara lain adalah kematangan anak dan latar belakang pengalamannya serta kondisi mental yang berhubungan dengan usia perkembangannya.
5.    Peranan Media dan Sumber Belajar
Media dan sumber belajar yang baik adalah yang mempunyai peranan dan manfaat dalam penggunaannya. Adapun penjabarannya dapat dilihat pada pemaparan berikut:
a.    Peranan Media Pembelajaran
Ada beberapa peranan media pembelajaran menurut Ahmad Rohani (1997), diantaranya adalah:
1)   Media pembelajaran mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik.
2)   Media pembelajaran mengatasi batas-batas ruang kelas.
3)   Mengamati benda yang terlalu kecil.
4)   Mengamati benda yang bergerak terlalu cepat atau terlalu lambat.
5)   Mengamati suara yang halus untuk didengar.
6)   Mengamati peristiwa-peristiwa alam.
7)   Media pembelajaran berperan membangkitkan minat belajar yang baru.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa media pembelajaran berperan untuk membantu mewujudkan tujuan pembelajaran. Media pembelajaran dapat mengatasi permasalahan yang menyangkut pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sudjana (2005) bahwa media pembelajaran berperan untuk mengatasi kesulitan proses pembelajaran.
b.    Peranan Sumber Belajar
Sama halnya seperti media pembelajaran, sumber belajar juga memiliki peranan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)   Menjembatani anak atau siswa dalam memperoleh pengetahuan (belajar).
2)   Mentransmisi rangsangan atau informasi kepada anak atau siswa (ungkapan transmisi dalam konteks ini mempunyai dimensi banyak dan dapat dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan “apa, siapa, di mana, dan bagaimana”; pertanyaan-pertanyaan ini amat berguna sebagai alat bantu mengorganisasi dimensi sumber belajar.


BAB III
A.      Kesimpulan
Lembar Kerja Siswa adalah sumber belajar penunjang yang dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi kimia yang harus mereka kuasai (Senam, 2008). LKS merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada siswa yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. LKS berperan sebagai media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. LKS menjadi sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran yang dirancang. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantarkan informasi antara sumber dan penerima.
B.       Saran
Berdasarkan penulisan makalah ini, maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1.         Mahasiswa hendaknya dapat menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai bekal dalam mengajarkan mata pelajaran IPA di SD.
2.         Mahasiswa sebaiknya mengambil materi dari sumer-sumber terpercaya baik berupa buku, jurnal maupun website yang  jelas dalam penulisan setiap makalah maupun karya ilmiah lainnya.




DAFTAR PUSTAKA
AECT “The Definition of Educational Technology”,. (1977) Edisi Indonesia Diterbitkan CV. Rajawali dengan judul Definisi Teknologi Pendidikan. Ahmad Rohani. (1997). Media Instruksional Educatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dewi Salma P,. (2007) Prinsip Desain Pembelajaran, Jakarta. UNJ
Mahnun, Nunu. 2012. MEDIA PEMBELAJARAN (Kajian terhadap Langkah-langkah Pemilihan Media dan Implementasinya dalam Pembelajaran). Jurnal Pemikiran Islam; Vol.37, No. 1 Januari-Juni 2012
Nana Sudjana (2005) Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Rahardjo, R. Media Pembelajaran 1986. Dalam Yusufhadi Miarso dan kawankawan. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Rajawali. Jakarta, 1986
Slamet. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Yunitasari, Hanna Ully. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Ssiswa (LKS) IPA Terpadu Berpendaketan SETS Dengan Tema Pemanasan Global untuk Siswa SMP. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang

Selasa, 06 Desember 2016

Makalah Hakikat Pembelajaran IPA






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Fowler (Trianto, 2010), Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan menurut Wahaya (Trianto, 2010), mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Ilmu pengetahuan alam diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang aktif dan menekankan pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran menurut Dimyani dan Mudjiono (Rahayu, 2014) siswa dapat dikatakan belajar, apabila proses perubahan perilaku terjadi pada dirinya sebagai hasil dari suatu pengalaman. Untuk itu, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri. Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik apabila siswa tidak memahami hakikat pembelajaran IPA itu sendiri. Oleh sebab itu, guru harus menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA yang meliputi devinisi, fungsi dan tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar hingga ruang lingkup pembelajaran IPA itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan memaparkan hakikat pembelajaran IPA di Sekolah dasar. Hakikat pembelajaran IPA yang dimaksud yaitu terdiri dari beberapa indikator yang telah disebutkan di atas. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui hakikat pembelajaran IPA secara lebih mendalam sebelum  menjadi seorang guru dan mengajarkan mata pelajaran IPA kepada siswa di dalam kelas.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana hakikat pembelajaran IPA dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah?
2.      Apa fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar?
3.      Apakah rambu-rambu dan ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah Dasar?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ialah:
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat pembelajaran IPA dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah.
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan tujuan IPA di Sekolah Dasar.
3.      Mahasiswa dapat memahami rambu-rambu dan ruang lingkup pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Hakikat Pembelajaran IPA dari Segi Produk, Proses, dan Sikap Ilmiah
Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari bahasa Inggris ‘natural science’, secara singkat disebut Science. IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis.
Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.
IPA juga dipandang sebagai cerminan dari hubungan antara produk pengetahuan, metode ilmiah serta nilai sikap yang terkandung dalam proses pencarianya. Seperti yang diungkapkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini sejalan dengan hakikat Ilmu Pengetahuan Alam yang bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya.
Dalam hal ini, IPA sejatinya merupakan proses penemuan pengetahuan dan sikap ilmiah sehingga bukan hanya kumpulan pengetahuan yang merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan berupa teori-teori mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dan telah diuji kebenarannya, melalui proses metode ilmiah dari pengamatan, studi, dan pengalaman disertai sikap ilmiah di dalamnya. Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen antara lain:
1.      IPA sebagai produk, merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memahami alam serta berbagai fenomena di dalamnya.
2.      Proses dalam hal ini adalah proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan alam melalui metode ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud dalam pembelajaran IPA untuk siswa Sekolah Dasar yaitu metode ilmiah yang dikembangkan dan diajarkan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga siswa nantinya dapat melakukan penelitian sederhana (Darmodjo, 1992). Menurut Patta Bundu (2010) IPA sebagai proses merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam sebagai proses Sains dalam mendapatkan pengetahuan Sains tersebut, meliputi kemampuan observasi, klasifikasi, kuantifikasi, inferensi, komunikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian. Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan alam diperlukan beberapa keterampilan dasar tersebut.
3.      IPA sebagai sikap ilmiah, merupakan sikap ilmiah yang biasa ditunjukan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan dari objektif terhadap fakta secara hati-hati, kritis dan sebagainya. Hal ini memberi penekanan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif penemuan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Menurut Wynne Harlen (Darmodjo, 1992) setidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah Dasar yaitu:
a.       Sikap ingin tahu (curiousity), dalam hal ini suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya.
b.      Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap ini bertitik tumpu dari kesadaran bahwa jawaban yang telah diperoleh dari rasa ingin tahu tidak bersifat mutlak, namun hanya bersifat sementara.
c.       Sikap kerja sama (cooperation), dalam hal ini kerja sama adalah sikap untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak secara bersama-sama atau berkelompok.
d.      Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini perlu ditanamkan kepada siswa Sekolah Dasar agar tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan dalam menggali ilmu.
e.       Sikap teruka untuk menerima (open-mindedness)
f.       Sikap mawas diri (self critism), seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditunjukkan diluar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. sikap tersebut haruslah dikembangkan sejak dini khususnya pada siswa Sekolah Dasar agar memiliki sikap jujur tehadap dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran, dan berani mengoreksi dirinya sendiri.
g.      Sikap bertanggung jawab (responsibility), dalam hal ini seseorang harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. sikap tersebut harus dikembangkan sejak usia SD misalnya membuat dan melaporkan hasil pengamatan atau kerja yang telah dilakukan secara jujur.
h.      Sikap berpikir bebas (independence in thinking), dalam ilmu pengetahuan diperlukan objektifitas karena hal tersebut merupakan salah satu kriteria kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
i.        Sikap kedisiplinan diri (self discipline), menurut Morse dan Wingo ( Darmodjo, 1992), mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan sesorang untuk dapat mengontrol atau mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang dikehendaki dan diterima oleh masyarakat.
Hal ini menekankan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya sekumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan sesuatu menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran IPA untuk tingkat Sekolah Dasar, berorientasi pada pencapaian Sains dari segi produk, proses dan sikap keilmuannya (Patta Bundu, 2010). Segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep Sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; dari proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; dari segi sikap dan nilai siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu,tekun, kritis, mawas diri, bertanggungjawab dapat bekerja sama dan mandiri serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.
B.       Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam tidak serta merta diajarkan di sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Ada berbagai alasan ilmu itu dimasukan ke dalam mata pelajaran dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yakni :
1.      Bahwa sains bermanfaat bagi suatu bangsa.
2.      Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis bagi peserta didk.
3.      Bila sains diajarkan melalui percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka sains tidaklah sebuah mata pelajaran yang bersifat hapalan belaka.
4.      Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Sains melatih anak berpikir kritis dan objektif. Obyektif artinya sesuai dengan obyeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman pengalaman melaui panca indra. Oleh sebab itu pengajaran pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memiliki fungsi dan tujuan tertentu sehingga diajarkan dan dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah.
1.         Fungsi Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud 1993) Mata Pelajaran IPA berfungsi untuk:
a.         Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan keadaan lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaiatan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
b.        Mengembangkan keterampilan proses.
c.         Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
d.        Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
e.         Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006) antara lain ialah:
a.         Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.        Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
c.         Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
d.        Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya.
e.         Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
f.         Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK.
g.        Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
2.         Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam dibangun atas dasar proses dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Sesuai hakikat tersebut, belajar IPA bukanlah sekedar mengumpulkan dan menghafal fakta-fakta pengetahuan yang tersaji dalam suatu materi pembelajaran, tetapi pembelajaran mengandung dimensi yang menekankan perubahan tingkah laku dan pengalaman. Menurut Patta Bundu (2006) tujuan pembelajaran IPA siswa diarahkan dapat mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep. Lebih lanjut, diperoleh IPA yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Akhirnya, siswa dapat menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Tujuan pemberian mata pelajaran IPA atau sains munurut Sumaji dalam buku KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pemahaman & pengembangan adalah agar siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata. Siswa juga mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran serta kekuasaan Penciptanya. Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a.       Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam cipta-Nya.
b.      Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
d.      Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e.       Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f.       Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan tuhan.
g.       Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Adapun menurut Prihanto Laksmi (Trianto, 2010), pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan, antara lain:
a.       Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia dan bagaimana bersikap.
b.      Menanamkan sikap hidup ilmiah.
c.       Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
d.      Mendidik siswa mengetahui cara kerja serta menghargai para penemu.
e.       Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
Proses pembelajaran IPA hendaknya membawa peserta didik untuk belajar mengamati serta melakukan percobaan serta penanaman sikap hidup ilmiah. Pendapat yang sama dikemukakan Cullingford (Usman Samatowa, 2010) bahwa dalam pembelajaran IPA anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan logis. Siswa tidak hanya sekedar mengetahui tanpa memahami proses dari teori dapat terbentuk. Pada akhirnya, siswa bukan hanya menghafal pengetahuan tetapi dapat memahami.
C.       Rambu-rambu dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
1.         Rambu-rambu Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak, memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya, mengembangkan potensi saintis yang  terdapat dalam dirinya, memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam, sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang dikuasainya. Selain itu penilaian dalam pengajaran sains harus dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (asesmen) yang adil, proporsional, transparan, dan komprehensif bagi setiap aspek proses hasil belajar siswa.
Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual siswa SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran sains harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak, dari mudah ke sukar, dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada mengoptimalkan suasan bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Tidak boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD justru mengabaikan  apalagi menghilangkan dunia bermain anak.
Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar mengajarnya mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara lugas mengemukakan dan mencoba ide-idenya.
Disamping pemahaman dan pengimplementasian karakteristik psikologis siswa pada pada pembelajaran IPA, kejelasan wawasan guru tentang ruang lingkup IPA juga sangat menentukan kualitas pengajaran IPA di Sekolah Dasar.
2.         Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep.
a.         Kerja Ilmiah, menurut Effendi dan Maliha (2007) pendidikan IPA menekankan pada pemberian belajar langsung. Dalam pembelajaran IPA siswa dapat mengembangkan sejumlah keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan pengetahuan tentang dirinya dan alam sekitar. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah.
Kerja ilmiah dalam kurikulum sekolah dasar terdiri dari:
1)        Penyelidikan/Penelitian
Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan produk teknologi melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengumpulkan,  mengolah dan menafsirkan data, mengkomunikasikan kesimpulan, serta menilai rencana prosedur dan hasilnya.

2)        Berkomunikasi Ilmiah
Siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannyakepada berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan.
3)        Pengembangan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah
Siswa mampu berkreatifitas dan memecahkan masalah serta membuatkeputusan dengan menggunakan metode ilmiah.
4)        Sikap dan Nilai Ilmiah
Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur dalammenyajikan data faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalammenghasilkan karya ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan,tekun dan teliti.
b.        Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi pemahaman konsep yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah:
1)        Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2)        Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3)        Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4)        Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
5)        Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.
Menurut Hardy dan Fleer (1996) ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA dalam perspektif yang lebih luas.
a.         IPA sebagai kumpulan pengetahuan, mengacu pada kumpulan berbagai konsep yang sangat luas. IPA dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah lama ditemukan sejak zaman dahulu sampai pengetahuan yang baru. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.
b.        IPA sebagai suatu proses penelusuran, umumnya sebagai pendangan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.
c.         IPA sebagai kumpulan nilai, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah termasuk didalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan.
d.        IPA sebagai cara untuk mengenal dunia, IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia disekeliling mereka, selain juga sebagai salah satu untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.
e.         IPA sebagai institusi sosial, IPA seharusnya dipandang dalam pengertian sebagai kumpulan para profesional, yang melalui IPA mereka didanai, dilatih, dan diberi penghargaan akan hasil karya yang dihasilkan.
f.         IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, setiap orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA.
IPA atau sains di SD diberikan sebagai mata pelajaran sejak kelas III sedangkan kelas I dan II tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan secara sistematis. Karena di dalam penelitian ini yang dikaji bahan mata pelajaran kelas IV maka di bawah ini konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas IV semester II antara lain:
1.        Gaya dan gerak benda
2.        Energi dan kegunaanya
3.        Kenampakan permukaan bumi dan benda langit
4.        Perubahan lingkungan
5.        Sumber daya alam
Konsep dan kegiatan pendidikan IPA atau sains di Sekolah Dasar merupakan pengenalan konsep dasar kegiatan IPA. Keseluruhan konsep tersebut merupakan konsep baru dan berfungsi sebagai prasyarat pendukung maupun sebagai dasar bahan kajian IPA di pendidikan menengah.

  

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Sedangkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis.
Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai Proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan fungsi dan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang bukan hanya kumpulan pengetahuan dan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses siswa untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Pembelajaran IPA di SD juga memiliki ruang lingkup bahan kajian yang secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep.

B.       Saran
Berdasarkan penulisan makalah ini, maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1.         Mahasiswa hendaknya dapat menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebagai bekal dalam mengajarkan mata pelajaran IPA di SD.
2.         Mahasiswa sebaiknya mengambil materi dari sumer-sumber terpercaya baik berupa buku, jurnal maupun website yang  jelas dalam penulisan setiap makalah maupun karya ilmiah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Darmodjo, Hendro dan Jenny R.E Kaligis. (1992/1993). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 .Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mansur, Muslich. 2007. KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) pemahaman & pengembangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Patta Bundu. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS.
Patta Bundu. 2010. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: DEPDIKNAS.
Rahayu, Nina. 2014. Implementasi Keterampilan Proses Pada Pembelajaran IPA di Kelas IV C SD Muhammadiyah Condongcatur Sleman. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Srini M. Iskandar. 1996/1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Surabaya: Bumi Aksara
Usman Samatowa. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi.



.